Selasa, 17 Mei 2011

tanggung jawab

di ruang tamu aku sedang duduk dan bermain sama adik kecilku yang cantik, waktu itu aku berumur 11 tahun dan aku baru masuk SMP favoritku, dan aku mulai merasakan dunia remajaku. aku dan adiku bermain susun puzzle, terkadang bermain balapan mobil dan tabrakan mobil, bermain dongeng-dongengan dengan boneka ini terasa menyenangkan ketika bermain bersama adiku. pada satu ketika kami sedang bermain puzzle saking jenuhnya menyusun dan membongkarnya kembali kita berganti bermain dongeng-dongengan dengan boneka serta semua mainan yang kita miliki. kami menyusun mainan kami, adiku menyusun bonekanya, aku menyusun mobil-mobilan dan mainanku, lalu kami melanjutkan dengan menyusun puzzle sebagai tempat dongeng ini dimulai. kami belum membuat skenario dan kami belum membuat aktor serta figuranya tapi itu tak masalah itu akan ditentukan oleh sendirinya. kami mencampurkan semua imajinasi yang kami miliki secara spontan dan tak ada masalah buat itu semua terasa baik-baik saja dan menyenangkan.

aku mulai menggerakan mobil menuju istana, adiku mulai memegang boneka dan mulai bercerita lalu aku melanjutkan cerita dan terus menerus terjadi. ketika kami semakin asik badan kami mulai bergerak mengikuti cerita, semakin ramai doongeng semakin kami berekspresi. mamaku yang kebetulan baru pulang kerjanya hanya tersenyum melihat kami asyik bermain. aku mulai berdiri dan membawa terbang dua mainanku mengelilingi rumah, adiku mulai memanggil dan ingin bergantian memainkan peranya. aku kembali dan membawa mainanku duduk setelah aku menyelesaikan skenarioku adiku mulai berdiri dan berputar-putar membawa bonekanya dan adiku mulai naik ke sofa membuatku sedikit khawatir dan tertawa.

tiba-tiba adiku terjatuh kelantai "bruk!" dan lantas menangis, skenario berhenti dunia dongeng langsung tutup dan berhenti seketika. aku terdiam dilantai aku berdiam, mama keluar dari kamar dan menuju ke arah suara tangisan itu berada. mama melihat adiku menangis dan merangkulnya, membuat dia berhenti menangis sambil menasihati kami untuk berhati-hati. mamaku menyuruhku membereskan mainan yang berserakan dan mama masih melihat adiku sambil mengelus dan mencium keningnya dan membuat adiku berhenti menangis. aku membereskan sambil kecewa kenapa secepat ini permainan ini harus berakhir tapi sedih melihat adiku kesakita dan mamaku pasti sedih.

disitu aku sadar bahwa aku harus menjaga adiku lebih baik lagi, aku adalah seorang kakak yang harus membuat kedua mahluk itu tersenyum yaitu mamaku dan adiku serta ayahku. aku tak tau kenapa tapi itu adalah kewajibanku, membuat mereka aman dan senang itu sudah cukup bagiku. rasanya mungkin tak bisa tergambarkan tapi itu membuatku tersenyum lebih dari mendapatkan video game baru dan itu membuktikan bahwa aku menyayangi mereka.

faris huda oktavian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar